Di sebuah padang rumput yang sangat luas, hiduplah kawanan belalang yang sangat banyak. Disana, mereka hidup berdampingan meski mereka berasal dari tempat yang berbeda-beda. Selain belalang, ada juga burung-burung kecil yang terkadang singgah ke padang rumput itu sekedar untuk mencari makan maupun udara segar.
“Hai! Ayah lihatlah! Ada kawanan belalang yang baru datang di sana” kata Lalang.
“Mereka pasti datang dari atas gunung itu” ujar Ayah Lalang
“Darimana ayah tahu?” tanya Lalang kemudian.
“Semua rumput di gunung itu hangus terbakar. Ayah mendengarnya dari burung pipit yang kemarin singgah ke sini,”jawab Ayah Lalang.
Setelah mendengar kata-kata itu, Lalang kemudian diam sejenak.
“Bagaimana jika padang rumput ini juga hangus terbakar? Kemana kami akan pergi?” pikir Lalang.
Hari pun berlalu. Lalang dan ayahnya segera pulang setelah mendapat cukup banyak makanan untuk ibunya yang sedang sakit di rumah. Sesampainya di rumah, Lalang pun segera menyuapi ibunya. Malam pun tiba, Lalang tidak bisa tidur.Tiba-tiba terdengar suara.
“Lari…! Lari!” teriak seekor burung kecil.
Tanpa banyak bicara, para belalang segera menyelamatkan diri. Rupanya badai besar telah memporak-porandakan padang rumput itu. Setelah badai reda, Lalang pun terkejut ketika mengetahui bahwa ibunya telah tiada.
“Ayo kita pergi dari sini!” teriak pemimpin belalang.
Dengan berat hati, Lalang dan ayahnya segera meninggalkan padang rumput itu. Setelah berjalan dan mencari, mereka pun sampai di sebuah ladang. Lalang kemudian hinggap di sebatang pohon untuk beristirahat.
“Sepertinya sebentar lagi tanaman ini bisa kita panen,” kata seorang manusia di dekat Lalang.
“Iya, semoga tidak diserang hama lagi,” kata seseorang yang lainnya.
Mendengar perkataan mereka, Lalang kemudian pergi meninggalkan pohon itu.Keesokan harinya, ketika lalang baru saja bangun, tiba-tiba terdengar suara aneh dari kejauhan. Lalang pun segera melihatnya.
Sshh… Sshh… Sshh…
“Berlindung! Berlindung!” teriak pemimpin belalang.
Setelah beberapa saat, suara itu berhenti. Para belalang keluar dari persembunyiannya.
“Ayah! Suara apa itu? “tanya Lalang kepada ayahnya.
“Itu suara mesin penyemprot. Kita akan mati jika terlalu banyak terkena cairan itu” jawab Ayah Lalang.
“Kenapa mereka melakukannya?” tanya Lalang penasaran.
“Mereka tidak mau para hama memakan tanaman mereka” jawab Ayah Lalang.
Lalang pun merasa tidak suka dengan para manusia, karena mereka bisa saja membunuh para serangga yang tidak bersalah dengan semprotan itu.
“ Ayo kita hentikan mereka ayah!” teriak Lalang.
“Tidak ada gunanya, Nak. Kita tidak bisa menghentikannya” kata ayah Lalang.
Setelah mendengar ucapan ayahnya, Lalang pun terdiam.Tetapi, keinginannya untuk mencegah manusia belum hilang. Keesokan paginya, Lalang pergi diam-diam untuk menghentikan penyemprotan itu.
“Akhirnya mereka datang,” kata Lalang dalam hati.
Setelah orang itu mengeluarkan alatnya dan siap menyemprot, Lalang segera melompat ke ujung semprotan itu.Berharap ia dapat menyumbat lubang itu dengan tubuhnya. Benar saja, semprotan itu sejenak berhenti, Tetapi tak lama kemudian, Lalang terlempar dan terjatuh di kaki seorang gadis kecil di tepi ladang.
“Wahh! Ada banyak belalang di sini!” teriak gadis itu.
“Benarkah? Kalau begitu, ayo kita kumpulkan!” kata seorang wanita di sebelahnya.
Mereka pun kemudian mengumpulkan semua belalang yang ada di tempat itu. Termasuk Ayah Lalang dan kawanannya.
“Ayah! Mau dibawa kemana kita?” tanya Lalang setelah bertemu ayahnya.
“Entahlah.Kita berdoa saja,” jawabnya singkat.
Setelah semua belalang terkumpul, mereka pun dibawa ke sebuah rumah. Lalang pun terkejut ketika melihat banyak sekali belalang kecoklatan yang diletakkan di sebuah toples.
“Lihatlah para belalang itu, Ayah! Manusia itu tega sekali. Apakah kita akan berakhir seperti mereka?” tanya Lalang.
“Mungkin ini memang takdirkita,Nak” kata Ayah Lalang pasrah.
“Kita akan matisia-sia seperti mereka ayah! Bagaimana aku bisa menerimanya?” kata Lalang marah.
“Kita tidak mati sia-sia, Nak. Ayah dengar di dalam tubuh kita banyak mengandung protein yang sangat berguna bagima nusia. Oleh karena itu, mereka membuat belalang menjadi makanan” jelas Ayah Lalang.
Setelah mendengar kata-kata ayahnya, Lalang pun pasrah dengan hidupnya. Ia hanya berharap, tubuhnya akan berguna bagi manusia seperti yang ayahnya katakan.
Sumber gambar: https://id.depositphotos.com/vector-images/belalang-hitam.html?qview=170677488
Tinggalkan Balasan