
Sejak merebaknya wabah virus Korona, Arsen tak pernah bermain ke rumah teman-temannya. Kadang ia bosan tinggal di rumah. Kebosanannya semakin terasa karena rumah Arsen jauh dari tetangga. Arsen dan keluarganya tinggal di kompleks perumahan. Rumah-rumah di sekitarnya belum berpenghuni. Ditambah lagi, Arsen merupakan anak tunggal. Saat ayah dan ibunya pergi bekerja, Arsen sangat kesepian.
Hari ini hari Minggu. Beberapa tempat wisata sudah mulai dibuka dengan syarat para pengunjung menerapkan protokol kesehatan. Arsen ingin piknik ke tempat-tempat wisata itu. Namun, kedua orang tuanya belum berencana untuk pergi ke tempat-tempat wisata. Arsen tampak murung, ia duduk di teras rumahnya.
“Sen, ayo ikut Ayah!” kata Ayah mengagetkan Arsen.
“Piknik, Yah?” tanya Arsen dengan mata berbinar.
“Iya, piknik berkebun!” sahut Ibu sambil membawa perlengkapan berkebun.
“Berkebun di mana, Bu?” tanya Arsen heran.
“Kita akan berkebun di halaman rumah,” jawab Ibu sambil tersenyum.
Arsen mengernyitkan dahinya. Rumahnya tak memiliki halaman yang luas. Halaman depan rumah sudah disemen sejak mereka membeli rumah itu beberapa bulan yang lalu. Di halaman belakang, ada tanah kosong yang tidak begitu luas.
Sepertinya, Ibu telah menyiapkan semua perlengkapan berkebun. Ibu mengeluarkan wadah plastik bekas, botol-botol bekas air mineral, serta ember-ember bekas. Ibu membuat pot dari wadah-wadah bekas dengan melubangi bagian dasarnya. Arsen membantu Ayah mengambil tanah dari halaman belakang. Ternyata Ayah telah menyemai bibit sayuran di halaman belakang.
“Bu, pupuknya sudah beli belum?” tanya Arsen.
“Ibu sudah membuat pupuk kompos sendiri. Tuh, di sana!” jawab Ibu sembari menunjuk pojok halaman.
Arsen melihat ke pojok halaman. Di sana ada beberapa gerabah. Bukankah gerabah-gerabah itu adalah tempat membuang sampah? Arsen mendekat ke tempat gerabah-gerabah itu. Ia membuka tutup gerabah. Di dalamnya ada remah-remah tanah beraroma khas.
“Ini komposnya, ya, Bu?” tanya Arsen heran.
Ibu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Gerabah-gerabah itu tempat khusus untuk membuang sampah organik, seperti sisa-sisa sayuran dan buah-buahan. Sampah organik kemudian dicampur dengan tanah dan kompos. Sesekali, sampah diaduk dan disiram dengan air. Setelah beberapa bulan, sampah telah berubah menjadi remah-remah tanah yang disebut kompos.
“Arsen, bawa sini komposnya, kita campur dengan tanah!” seru Ayah.
Arsen mengambil kompos dari gerabah-gerabah lalu dicampurkan dengan tanah menjadi media tanam siap pakai. Arsen dan Ayah mengisi pot-pot dengan media tanam tersebut. Ibu menanam bayam, selada, sawi, lombok, dan kangkung. Arsen menata pot-pot di halaman serta menyiramnya. Tak terasa, waktu telah beranjak siang.
“Ayo kita makan dulu!” ajak Ibu sambil menata makanan di teras.
“Wah, Ibu sudah siapkan masakan lezat, nih!” teriak Arsen ketika melihat hidangan makanan telah tersaji.
“Iya, dong, kita kan lagi piknik!” kata Ayah sambil mengerlingkan matanya.
Semuanya tertawa. Mereka mencuci kaki dan tangan. Mereka pun makan siang sambil memandang pot-pot yang telah ditanami. Halaman depan rumah Arsen mulai kelihatan hijau.
Hari-hari berikutnya, Arsen merawat tanaman dengan penuh kasih sayang. Ia menyiram, memupuk, menyiangi rumput-rumput, serta membasmi hama tanaman. Arsen senang berkebun. Apalagi jika melihat tanaman tumbuh subur menghijau. Tak terasa beberapa sayuran sudah siap dipanen.
Arsen memetik panen sayuran pertama. Ibu memasak sayuran itu menjadi pecel. Arsen dan keluarganya menikmati nasi pecel dengan lauk telur mata sapi dan keripik teri. Hmm, lezat, Arsen mengacungkan jempolnya kepada Ayah dan Ibu. Semua bersyukur menikmati hasil kebun sendiri. Arsen senang karena berkebun dapat mengusir kebosanan saat harus di rumah saja. Di halaman yang sempit, berkebun tetap bisa dilakukan. Yuk, berkebun!
Tinggalkan Balasan